Khutbah Jum’at Masjid Nabawi 4/8/1436 H
Oleh : Asy-Syaikh Husain Alu Asy-Syaikh hafizohulloh
Khutbah Pertama :
Segala puji bagi Allah penolong orang-orang yang shalih, dan aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Tuhan Yang Maha Benar dan Maha Menjelaskan. Dan aku bersaksi bahwasanya nabi kita dan pemimpin kita Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya, pemimpin seluruh umat manusia. Ya Allah curahkanlah shalawat dan salam serta keberkahan kepadanya dan kepada keluarganya serta seluruh sahabatnya.
Amma ba’du, wahai kaum muslimin sekalian, aku washiatkan kepada kalian dan kepada diriku untuk bertakwa kepada Allah, karena takwa adalah landasan kebaikan dan keberhasilan, serta asas kemenangan dan keberuntungan.
Kaum muslimin sekalian, aum muslimin saat ini menghadapi berbagai macam tantangan dan fitnah-fitnah yang mencekam serta cobaan-cobaan yang berat. Para cendekia berusaha melihat ke depan mencari solusi yang bisa menyelamatkan umat dari kondisinya saat ini. Kaum terpelajar menyodorkan pandangan mereka, para pakar politik mengajukan solusi, serta para penulis yang mengajukan pandangan-pandangan mereka, berbagai macam analisa muncul karena berbagai sebab, serta beragam pandangan untuk mencari solusi dan jalan keluar.
Telah tiba saatnya bagi umat seluruhnya baik masyarakat maupun individu, baik para penguasanya maupun rakyatnya untuk bangun dari tidur mereka dan kembali kepada sumber kekuatan mereka serta pondasi kebaikan dan kemenangan mereka, setelah mereka mencoba serangkaian eksperimen yang didasarkan kepada rekayasa manusia serta produk-produk pemikiran asing yang tidak mendatangkan kecuali kehinaan, kerendahan, kelemahan, keterbelakangan, kehancuran, serta perpecahan dan tercerai berai.
Sungguh telah tiba saatnya bagi kaum muslimin untuk kembali kepada sumber kemuliaan mereka dan landasan kejayaan mereka. Telah tiba saatnya bagi mereka untuk segera meraih solusi yang tepat untuk menghadapi problematika mereka, yang bertolak dari prinsip-prinsip agama mereka dan asas aqidah mereka.
Sesungguhnya umat ini tidak akan mendapatkan solusi yang tepat untuk penyakit-penyakit mereka, tidak akan meraih jalan keluar dari krisis dan problematika yang mereka hadapi kecuali dengan pemahaman yang benar dari Kitabullah dan sunnah Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Saudara-saudaraku seiman, simaklah sebuah wasiat yang agung yang bersumber dari pengajar umat manusia dan pemimpin seluruh makhluk, yaitu Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau mengarahkan kepada umat ini sebuah piagam yang abadi, dengannya maka baiklah kehidupan umat ini, dengannya masyarakat menjadi bahagia, negeri menjadi berkembang dengan menerapkannya. Wasiat ini harus senantiasa di depan mata kita, dan hendaknya penerapannya merupakan penentu seluruh tindakan dan kegiatan kita, yang mengarahkan gerakan kita, dan meluruskan kehendak kita dan arahan kita. Sebuah wasiat yang tidak berpihak kepada kepentingan golongan, tidak bertolak dari fanatisme kesukuan atau pandangan sesaat. Akan tetapi ini adalah wasiat yang muncul dari orang yang tidak berucap dari hawa nafsu, dan tidak keluar kecuali dari wayhu yang diwahyukan kepadanya. Ini adalah piagam Nabi Muhammad, wasiat yang bercahaya yang akan membangkitkan umat kepada kehidupan yang berkembang yang membuahkan kebaikan, kejayaan, kekuatan, kemuliaan, kemajuan, persatuan, dan keselarasan.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (QS Al-Anfaal : 24)
Kehidupan yang memberikan kehidupan yang universal, mencakup individu dan kelompok, jiwa dan harta benda. Sesungguhnya ia adalah kehidupan yang dibangun di atas kekuatan iman yang pasti dibutuhkan dalam menghadapi krisis dan problematika. Kehidupan yang membawa umat kepada kebangkitan dengan maknanya yang paling universal dan yang paling tepat, serta dalam bentuk yang paling spesial. Yang akan mewujudkan kebahagiaan dan penuh dengan keamanan, keselamatan, kebaikan, perkembangan, dan kemajuan dalam seluruh sisi kehidupan.
Kaum muslimin sekalian, sesungguhnya kejayaan telah terjamin dengan mewujudkan wasiat ini, kemuliaan di dunia dan akhirat terjamin dengan menerapkan poin-poin wasiat tersebut. Allah jalla wa ala berfirman :
فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Maka Barangsiapa yang bertakwa dan Mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Al-A’raf : 35)
Individu-individu akan terjerumus dalam kerugian jika tidak menerapkan wasiat tersebut, demikian juga masyarakat yang jauh dari kandungan wasiat ini akan mengarah kepada kerusakan dan kehancuran. Ini adalah wasiat yang menghubungkan seorang muslim dengan landasan agamanya seiring dengan hubungannya dengan produk-produk masa kini. Sebuah piagam dari Muhammad SAW, yang mewujudkannya adalah penjamin satu-satunya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi oleh umat Islam, yang menargetkan kehancuran nilai-nilai luhurnya, potensinya, dan karakteristiknya. Umar Al-Faruq radhiallahu ‘anhu berkata :
إِنَّمَا سَبَقْتُمُ النَّاسَ بِنُصْرَةِ هَذَا الدِّيْنِ
“Sesungguhnya kalian mengungguli umat yang lain karena kalian menolong agama ini”
Marilah kita bersama –semoga Allah menjaga kalian- mendengarkan wasiat yang agung dan piagam yang abadi, dengan pendengaran yang disertai ketundukkan, pelaksanaan, dan pengamalan terhadap wasiat tersebut dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata ;
“Aku di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari, maka beliau berkata kepadaku, “Wahai sang pemuda, sungguh aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, jagalah Allah maka nisacaya engkau mendapatiNya di hadapanmu. Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah seandainya umat manusia bersatu padu untuk memberi suatu kemanfaatan kepadamu maka mereka tidak akan bisa memberi kemanfaatan kepadamu kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah bagimu. Dan jika mereka bersatu untuk memberi suatu kemudhorotan kepadamu maka mereka tidak akan memberi kemudhorotan kepadamu kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah akan menimpamu. Pena-pena telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering” (HR At-Tirmidzi, dan beliau berkata : Hasan shahih, dan hadits ini adalah shahih menurut para pakar hadits)
Dalam riwayat yang lain : “Jagalah Allah maka engkau akan mendapati Allah di hadapanmu, kenalilah Allah tatkala engkau dalam kelapangan maka niscaya Allah akan mengenalmu tatkala engkau dalam kesulitan. Dan ketahuilah bahwasanya apa yang luput darimu tidak akan mengenaimu, dan apa yang menimpamu maka tidak akan terluput darimu. Ketahuilah bahwasanya kemenangan bersama kesabaran, dan jalan keluar bersama penderitaan, dan kemudahan bersama kesulitan”.
Ulama berkata : Hadits ini mengandung wasiat-wasiat yang agung dan kaidah-kaidah tentang perkara terpenting dari agama ini, sampai-sampai sebagian ulama berkata : “Aku merenungkan hadits ini maka menakjubkan aku, hampir-hampir aku tidak sadar, maka sungguh sangat disesalkan akan kebodohan tentang hadits ini dan sedikitnya pemahaman tentang maknanya”
Kaum muslimin sekalian, “menjaga Allah” adalah dengan menjaga aturan-aturan Allah, dan beriltizam melaksanakan hak-hakNya, serta berhenti pada perintahNya dengan menjalankannya, serta menjauhi laranganNya. Allah jalla wa alaa berfirman :
هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (٣٢)مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (٣٣)
Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada Setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (yaitu) orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat (QS : Qoof : 32-33)
Suatu penjagaan yang mencegah anggota tubuh dari ketergelinciran, dan menjaga indera dari kesalahan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang menjamin bagiku apa yang ada diantara dua tulang dagunya dan apa yang ada diantara dua kakinya maka aku menjamin baginya surga” (HR Al-Bukhari)
Penjagaan yang mengendalikan syahwat sehingga tidak membawa masyarakat dan individu kepada kesesatan atau menjadikan mereka condong menjauh dari pondasi-pondasi nilai dan akhlak yang mulia. Allah jalla wa ‘ala berfirman :
وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Dan laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS Al-Ahzaab : 35)
Penjagaan yang mencakup sikap pemerintah dan yang diperintah dalam menegakkan apa yang Allah wajibkan terhadap mereka berupa memperhatikan hak-hak, menunaikan amanah, serta menunaikan janji. Suatu penjagaan yang mencakup penerapan orang-orang terhadap Islam dengan penerapan yang universal dalam segala bidang kehidupan tanpa disertai takwil atau hawa nafsu.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (QS Al-Baqoroh : 208)
Maka barangsiapa yang merealisasikan “menjaga Allah” –dengan makna yang lalu- maka akan terwujudkan baginya penjagaan Allah kepadanya dan perhatianNya. Penjagaan dari Allah yang mencakup agama dan dunianya pada seluruh perkataannya dalam kehidupannya maupun setelah wafatnya. Penjagaan Allah yagn akan mewujudkan baginya berbagai macam kemaslahatannya dan menolak berbagai macam kemudhorotan darinya.
Dan makna ini telah ditekankan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada wasiat ini maka beliau berkata “Jagalah Allah maka niscaya engkau akan mendapatiNya di hadapanmu”.
Maka barangsiapa yang menjaga aturan-aturan Allah dan memperhatikan hak-hakNya maka Allah akan meliputinya dengan penjagaanNya, Allah akan mengnugrahkan kepadanya taufiqNya dan petunjukNya, dan Allah akan menolongnya dan memperkuatnya, berlaku bagi individu maupun kelompok.
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ (١٢٨)
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS An-Nahl : 128)
Qotadah radhiallahu ‘anhu berkata :”Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan bersamanya, dan barangsiapa yang Allah bersamanya maka ia telah bersama kelompok yang tidak akan terkalahkan, dan penjaga yang tidak akan tidur, serta pemberi petunjuk yang tidak akan tersesat”
Sebagian salaf mengirim surat kepada saudaranya : “Amma ba’du, jika Allah bersamamu maka engkau takut kepada siapa?, dan jika Allah melawanmu maka siapa yang bisa kau harapkan?”
Maka demikianlah hendaknya kondisi masyarakat, jika Allah bersama kita, maka siapakah yang kita takut?, dan jika Allah melawan kita maka siapakah yang bisa kita harapkan?. Dengan demikian wajib bagi kita untuk mentadaburi firman Allah
فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ
Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah (QS Adz-Dzariyat : 50)
Maka segeralah lari menuju Allah dengan menjalankan ketataan kepadaNya dan melazimi sunnah nabiNya SAW.
Kaum muslimin sekalian, sesungguhnya umat pada jajaran individu dan masyarakat dengan beragam kedudukan dan pertanggungjawabannya, jika menjaga syari’at Allah dan tunduk kepada perintahNya dalam segala urusan, bersih dari hawa nafsu dan syahwat hati, dan kondisi politiknya dan perekonomiannya serta sosial kemasyarakatannya dan yang lainnya dibangun diatas manhaj Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, jika umat menjadikan Islam yang murni sebagai pedoman yang sempurna dalam seluruh kehidupannya, dalam segala perkembangannya dan tingkatan-tingkatannya, pada seluruh hubungan dan interaksinya dalam segala pergerakannya maupun diamnya, maka tatkala itu terealisasikan bagi umat penjagaan Allah dari segala keburukan dan kesulitan, dari segala krisis dan penderitaan yang dihadapinya. Dan akan terwujudkan tatkala itu keamanan, ketenteraman, kejayaan dan kemenangan. Bukankah Allah berfirman –dan janji Allah adalah pasti- :
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الأمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ (٨٢)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS Al-An’aam : 82)
Sesungguhnya umat ini jika memimpin dirinya dengan syari’at Allah dan sunnah RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, dan hal ini mengatur arahan dan tujuannya serta memimpin pergerakannya, maka akan terwujudkan bagi umat kemanan dengan seluruh pendukungnya dengan berbagai bentuknya, keamanan dalam politik, perekonomian, dan sosial kemasyarakatan.
Akan tetapi manakah orang-orang yang merenungkan?, manakah mereka yang memikirkan?, manakah mereka yang membaca sejarah umat Muhammad pada masa-masa yang silam?
Kaum muslimin sekalian, sesungguhnya umat ini, jika ditimpa dengan ujian dan berat dalam menghadapi cobaan, dan umat menjadi takut maka hilanglah keamanan, umat menjadi rendah maka hilanglah kejayaan, umat menjadi terbelakang maka hilanglah penguasaan dan ketenangan –sebagaimana kondisi umat saat ini-, maka umat tidak akan mendapatkan jalan keluar hingga umat menjalankan syarat Allah jalla wa ‘ala yaitu menjalankan ketaatan kepada Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam serta keridhoan yang sempurna dengan syari’at Islam dan mewujudkan manhaj yang diridhoi, maka tatkala itu akan hilanglah dari umat ini kerusakan dan keterpurukan, dan akan sirna ketakutan dan kegelisahan serta kegoncangan. Dan tidak ada kekuatan apapun yang akan bisa menghadangi kekuatan umat ini. Lihatlah kembali kepada sejarah para khulafaur rasyidin dan juga sejarah kaum muslimin di masa semisal Umar bin Abdil Aziz radhiallahu ‘anhum
Allah jalla wa ‘alaa berfirman kepada umat ini seluruhnya dari awalnya hingga akhirnya :
فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى (١٢٣)وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى (١٢٤)
Barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta”. (QS Toha : 123-124)
Umat Islam di manapun berada, sesungguhnya janji Allah terus tegak meski zaman silih berganti dan perubahan-perubahan kondisi jika syarat yang disebutkan terpenuhi. Akan tetapi wajib bagi seluruh kaum muslimin, bagi individu sebelum masyarakat, bagi rakyat sebelum penguasa agar kembali instropeksi diri, untuk memeriksa kondisi mereka, untuk memandang kehidupan mereka, apakah mereka dalam kondisi yang sesuai dengan yang diharapkan dan diridhoi dari metode Allah dan manhaj RasulNya SAW?. Maka tatkala itu akan nampak hasilnya pada orang yang berakal dalam jawaban yang benar.
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan pada peristiwa tahun 463 Hijriyah, beliau berkata : “Datanglah raja Romawi dalam pasukan yang tidak terhingga jumlahnya seperti gunung-gunung, jumlah yang sangat banyak dan perkumpulan yang sangat besar, dan diantara tekadnya adalah hendak mencabut Islam dan pemeluknya dari akarnya. Maka merekapun bertemu dengan pasukan kaum muslimin yang jumlahnya sekitar 20 ribu, dan pasukan muslimin takut karena begitu banyaknya pasukan musyrikin. Maka sang Faqih Abu Nashr Muhammad bin Abdil Malik Al-Bukhari mengarahkan agar waktu pertempuran dilaksanakan pada hari jum’at setelah waktu zawal (dzuhur) tatkala para khothib berdoa bagi para mujahidin. Maka tatkala bertemu dua pasukan tersebu, turunlah pemimpin kaum muslimin dari kudanya, lalu sujud kepada Allah azza wajalla dan berdoa kepada Allah dan memohon kemenangan dariNya, maka Allahpun menurunkan pertolonganNya kepada kaum muslimin, dan Allah menganugerahkan kepada mereka pundak-pundak kaum musyrikin. Maka tatkala itu adalah kemenangan yang kuat dan besar”
Namun jika umat dalam pertikaian, terkotak-kotak dan tercerai berai maka cukuplah menunjukan bahwa mereka jauh dari manhaj Allah, jauh dari penerapan al-Qur’an, jauh dari mengikuti jalan pemimpin para nabi dan rasul, lalu dari manakah pertolongan?, maka keberuntungan?, mana kemenangan?, mana keamanan?
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (٧)
Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS Muhammad : 7)
Semoga Allah memberkahi kita dalam al-Qur’an dan sunnah, aku menyampaikan perkataanku ini, dan aku memohon ampunan kepada Allah bagiku dan bagi kalian dari seluruh dosa, maka mohonlah ampunan dariNya sesungguhnya Ia adalah maha pengampun lagi maha penyayang.
Khutbah Kedua :
Aku memuji Robku dan aku bersyukur kepadaNya, aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagiNya. Dan aku bersaksi bahwasanya Nabi kita Muhammad adalah hambaNya dan rasulNya, ya Allah curahkanlah shalawat, salam, dan keberkahan kepadanya dan kepada keluarganya serta para sahabatnya.
Kaum muslimin sekalian, sesungguhnya bulan Sya’ban adalah bulan yang terlalaikan di dalamnya beberapa ketaatan, maka hendaknya kita meneladani Rasul kita shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid, beliau berkata :
Aku berkata : “Wahai Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan manapun sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban”.
Nabi berkata,
ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
“Itu adalah bulan yang orang-orang lalai darinya, bulan antara Rojab dan Ramadhan, ia adalah bulan yang diangkat amalan-amalan kepada Robbul ‘alamin, maka aku suka jika amalanku diangkat dan aku dalam kondisi berpuasa” (HR An-Nasaai dengan sanad yang hasan)
Dan dari Aisyah semoga Allah meridloinya dan meridloi ayahnya beliau berkata :
لم يكن النبي صلى الله عليه وسلم يصوم شهرا أكثر من شعبان فإنه كان يصوم شعبان كله
“Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa pada suatu bulanpun sebagaimana beliau berpuasa pada bulan Sya’ban, beliau berpuasa bulan Sya’ban sepenuhnya” (HR Al-Bukhari).
Dalam riwayat Muslim :
كان يصوم شعبان إلا قليا
“Beliau berpuasa seluruh hari bulan Sya’ban, kecuali hanya sedikit” (HR Muslim)
Para salaf dahulu memperbanyak tilawah Al-Qur’an pada bulan Sya’ban. Anas berkata : “Jika telah masuk bulan Sya’ban, maka kaum muslimin menuju kepada mushaf-mushaf”
Salamah bin Kuhail berkata :
كان يقال : شهر شعبان شهر القُرَّاء
“Bulan Sya’ban disebut dengan bulan para qori’ (pembaca Al-Qur’an)”
Jika telah masuk bulan Sya’ban, maka Habib bin Abi Tsabit berkata : “Ini adalah bulannya para pembaca al-Qur’an”.
Jika masuk bulan Sya’ban maka ‘Amr bin Qois menutup kedainya lalu mengonsentrasikan waktu untuk membaca Al-Qur’an”
Adapun mengkhususkan tengah bulan Sya’ban dengan puasa dan sholat malam maka tidak valid dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana disebutkan oleh para peneliti. Dan ketaatan yang tidak valid datangnya dari Nabi SAW maka mengamalkannya adalah bid’ah yang mungkar, tidak boleh bagi seorang muslim untuk menyembah Allah dengannya. Karena diantara hal yang memberikan kemudhorotan kepada umat Islam adalah tersebarnya bid’ah-bid’ah yang tidak ada dalilnya dari al-Qur’an maupun sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Penerjemah: Abu Abdil Muhsin Firanda
www.firanda.com